Nasib Guru Madrasah Swasta

Kabar baik untuk para ASN telah disampaikan presiden. Gaji ke-13, tunjangan hari raya (THR) dan tunjangan kinerja cair. Driver ojek online pun dapat kabar baik dapat THR.

Namun, ada yang masih luput. Kendati sudah menggema di media sosial, tetapi negara tak kunjung bergerak. BOS madrasah belum juga turun.

Lembaga pendidikan swasta, termasuk madrasah swasta, sering dikaitkan dengan SPP mahal. Padahal, tidak semua lembaga pendidikan swasta seperti itu. Jumlah lembaga pendidikan pendidikan swasta mahal bisa dihitung jari. Jumlah lembaga pendidikan swasta murah, termasuk madrasah murah, sangat banyak.

Lembaga pendidikan swasta, termasuk madrasah swasta, memutuskan mempunyai SPP murah karena melihat kondisi calon siswa yang ada di wilayah sekitar. Mayoritas memang berasal dari keluarga dengan penghasilan pas-pasan. Lembaga pendidikan negeri, yang gratis SPP, jumlah kursinya terbatas sehingga tak bisa menampung semua calon siswa. Lembaga pendidikan swastalah yang menambal kekurangan tersebut.

Lembaga pendidikan swasta murah bahkan ada yang SPP-nya bersifat semampunya wali/orangtua siswa. Dengan biaya SPP semampu wali/orangtua tersebut, SPP yang terkumpul sudah pasti tak mampu memenuhi operasional di lembaga pendidikan swasta tersebut. Untuk menambal kekurangan tersebut ada BOS. Dari pusat biasa disebut BOSNAS. Dari daerah biasa disebut BOSDA. Melalui dana BOS itu jugalah, diambil biaya untuk menggaji guru. Itu pun masih jauh dari kata sejahtera.

Kalau mau jujur, pendidikan itu sebenarnya adalah sebuah lembaga nonprofit. Itu lebih kepada semacam kerja sosial untuk membantu anak Indonesia mengenyam pendidikan sebagaimana cita-cita kemerdekaan. Kendati lembaga pendidikan itu nonprofit, biaya pengelolaannya besar. Di sinilah letak permasalahannya.

Selama tiga bulan ini, Januari-Februari-Maret, BOS untuk madrasah negeri ataupun swasta, baik BOSDA maupun BOSNAS belum turun. Untuk lembaga pendidikan di bawah Kemendikbud, seperti SD-SMP-SMA, sudah turun. Kenapa BOS untuk madrasah belum turun? Penyesuaian akibat adanya kebijakan efisiensi anggaran

Sebelumnya, pernah ada edaran resmi Kementerian Agama tentang BOS madrasah negeri yang dipotong 50 persen karena efisiensi. Edaran tersebut dibahas di DPR karena tidak sesuai instruksi presiden. Menurut instruksi presiden, pelayanan publik, seperti pendidikan, tidak kena efisiensi. Setelah dibahas di DPR belum ada edaran terbaru terkait anggaran BOS madrasah. Kementerian Agama masih melakukan penyesuaian-penyesuaian lagi. Sayangnya, penyesuaiannya lambat. Tidak kunjung selesai. Entah apa masalahnya.

Akibatnya apa? Akibat paling miris adalah guru madrasah swasta kekurangan dana, bahkan ada yang sama sekali tidak punya dana untuk biaya operasional madrasah termasuk untuk menggaji guru-gurunya yang mayoritas atau malah semuanya adalah guru honorer.

Setiap madrasah swasta punya cara masing-masing untuk menyikapi hal itu. Ada yang menunda menggaji gurunya. Nanti setelah BOS turun gaji dirapel. Ada yang berhutang sana-sini supaya bisa menggaji guru. Kondisi tersebut tentu saja miris. Sementara ASN dapat gaji tiga belas, THR, lalu tukin. Driver ojek online dapat THR, diumumkan oleh presiden pula.

Kendati guru madrasah swasta itu bukan ASN, mereka bekerja untuk negara. Mendidik anak-anak bangsa. Apakah tugas itu masih dianggap kurang memberi sumbangsih bagi negara?

Saat bulan Ramadhan, guru madrasah tidak hanya berpuasa, menahan diri dari hawa nafsu dengan cara tidak makan dan minum. Tapi juga berpuasa, menahan diri dari mendapatkan haknya. Sambil sesekali merenung dan meneteskan air mata.

Tempilan Lebih Banyak
Back to top button